Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan
bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal
calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya,
memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi
sampai target tercapai.
Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan,
menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997
tentang kemitraan, terdiri atas lima pola, yaitu: (1) Inti Plasma, (2)
Subkontrak, (3) Dagang Umum, (4) Keagenan, dan (5) Waralaba.
Pola pertama, yaitu inti plasma, merupakan hubungan kemitraan antara
UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi
plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian
bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan
dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak, merupakan hubungan kemitraan UKM dan
UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB
sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan
induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk
mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung
jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB
memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan
kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum, merupakan hubungan kemitraan UKM dan
UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok
kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB
memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi
kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan, merupakan hubungan kemitraan antara UKM
dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang
dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan
kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu,
sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan
bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung
dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba, merupakan hubungan kemitraan, yang di
dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek
dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba
dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang
bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan
oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci
keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar
global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang
besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan
partisipasi usaha-usaha besar.
Dengan kemitraan, UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar
yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan
ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi
untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di
Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang
terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
0 komentar:
Posting Komentar